Kamis, 15 Oktober 2009

Bencana Tak Berhenti Sampai Di Sini

Di Tuban, cuaca medung dan dilanjutkan dengan hujan deras, langit gelap disertai angin yang lumayan kencang loh... berlangsung kurang lebih di awal bulan Oktober. Aku kira musim hujan sudah bener-bener datang loh... Tapi apa yang terjadi. Ternyata setelah beberapa hari hujan itu berlangsung. Berubah lah cuaca menjadi sangat panas. Gag kebayang kan? Bagaimana bisa musim hujan tidak berlangsung semestinya. Mungkin beberapa hari terakhir ini yang banyak menimbulkan pertanyaan di benak manusia.

Cuaca... Akhir-akhir ini semakin tak menetu saja kau menampakan diri. Sebentar panas banget, sebentar agag mendung. Tak tahu nih, sekarang tuh ya kalau aku lagi ada di dalam rumah, pengennya tuh di depan "KULKAS" aja (untungnya kulkas di rumah ada 3. hehehe...). Gimana gag? Lha di dalam rumah tuh rasanya panas banget, sampai badan ini berkeringat. Pati gag mau kan kalau harus berkeringat ria ketika berada di dalam rumah dan sedang enak-enaknya bersantai. Lha dulu tuh (sekitar 5-10 tahun yang lalu, rasanya kalau udah di dalam rumah berasa surga dunia deh... Adeem Beneer... Bawaannya pengen tidur terus.

Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Karangploso Antoyo Setiadi Pratikto menjelaskan, kondisi tersebut terjadi akibat tekanan udara rendah di sekitar Samudera Hindia. Bahkan, tekanan rendah ini mencapai sekitar 1005 milibar (satuan untuk tekanan udara). “Fenomena ini sebenarnya sudah muncul sejak 17 April lalu. Kami prediksi akan berlangsung hingga akhir pekan ini,” ujar Antoyo, kemarin.

Tekanan udara rendah di kawasan Samudera Hindia tersebut, lanjut Antoyo, menimbulkan arus angin di atas pusaran. Dampak arus angin ini terasa jelas di beberapa daerah. Pasalnya, arus angin membuat daerah menjadi convergent atau banyak hujan. “Kalau berbicara siklus musim, jelas ini bukan musim hujan lagi,” kata dia.

Sebab, siklus musim hujan biasanya terjadi pada Oktober dan berakhir pada penghabisan April serta permulaan Mei. Bahkan, biasanya di antara April-Mei adalah masa transisi dari hujan ke musim kemarau. Tapi, tampaknya siklus itu mundur dari jadwal biasanya.

Bahkan, prosentasenya mencapai 120 persen di atas kondisi normal. “Penyebab kacaunya siklus musim ini adalah efek dari "PEMANASAN GLOBAL / GLOBAL WARMING" yang mengguncang belahan dunia saat ini,” terang Antoyo. Akibatnya, kejadian-kejadian yang tak biasa terjadi bisa terjadi sewaktu-waktu.

Dan kondisi yang sama seperti ini kemungkinan besar akan terulang di tahun depan. Sedangkan tahun lalu tanda-tanda seperti ini belum tampak. “Fakta ini menjadi bagian dari anomali yang terus kami pantau,” tambahnya.

Karena intensitas hujan di atas normal, Antoyo mengimbau para petani menunda musim tanam. Terutama, petani palawija, petani tembakau, dan sayuran. Sebab, curah hujan tinggi bisa merusak bibit-bibit sayur, tembakau, dan palawija. “Tanaman yang membutuhkan sedikit air akan rusak. Maka lebih baik diundur saja penanamannya,” ucap Antoyo.

Sedangkan imbauan pada masyarakat umum, kacaunya siklus musim ini bisa memicu beragam penyakit. Kondisi udara yang tidak stabil bisa menyerang penyakit pernafasan, influenza, dan batuk. Yang paling ekstrem, cuaca seperti ini berpotensi pada demam berdarah. “Temperatur udara mulai naik, tapi hujan terus turun. Genangan air juga di mana-mana. Ini menjadi pemicu berkembangnya jentik,” tandas Antoyo. sumber: Ki Google





Tidak ada komentar: